Ads Ads

JAM

Selasa, 20 Desember 2016

SI BUDAK GADGET



          Kita nggak bisa membohongi diri kita sendiri, kalau kita sudah menjadi orang yang sangat tergantung dengan alat komunikasi. Handphone, tablet atau apapun itu namanya kini menjadi “teman paling dekat” kita. Apalagi alat komunikasi yang memberikan layanan internet non-stop.

          Dari sebuah benda yang kecil saja, kita bisa mempelajari dan mengetahui banyak hal di seluruh belahan dunia ini. Jarak seolah bukan lagi masalah besar kita. Kita bisa tetap berkomunikasi dengan lancar dengan orang yang berjarak sangat jauh dengan kita. Kita bahkan bisa melihat wujudnya.



Tapi, tahukah kamu kalau gadget atau sejenisnya telah memberikan dampak yang kurang baik pada pola kehidupan manusia pada umumnya, juga diri kita sendiri khususnya?



          Ya, kita memang mendapatkan pengetahuan, kelompok teman, atau hal-hal menghibur lainnya dari internet yang ada di gadget kita. Namun sadarkah kita jika semua itu harus menjadikan interaksi sosial kita melemah?



Hubungan interpersonal kita mengalami gangguan. Kita pun jadi lebih introver dan suka dengan dunia kita sendiri.



          Nggak percaya? Lihat aja sendiri orang-orang di sekitarmu. Mereka duduk nunggu bus aja udah sibuk banget pencet-pencet gadget. Di toilet, sebelum tidur, rapat, nongkrong atau santai di rumah, sudah sibuk banget otak-atik gadget. Kadang, pas lagi ngobrol perhatian mereka pecah sama gadget-nya.




Demam gadget menyebar kemana-mana. Mulai dari tukang becak sampai konglomerat. Dari anak-anak sampai nenek-kakek, semua juga sibuk main gadget. Semua pada ngerasain gimana enaknya menyusuri dunia maya yang tak terbatas.



          Dalam satu rumah saja, walau anggotanya sedang ngumpul, tapi masing-masing dari mereka sibuk dengan gadget. Walau mereka duduk bersama, tapi tak ada pembicaraan. Mereka sibuk ketawa-ketiwi sendiri, atau memberengut serius sendiri menatap layar gadget mereka masing-masing.

          Di sekolah, apalagi. Meskipun pada jam pelajaran dilarang menggunakan gadget, tapi diluar itu, mereka berlomba-lomba menjadi yang paling gaul soal gadget dan dunia maya.



Terus gimana donk?

          Kita ini sedang ngomongin cara bergaul yang baik dengan orang lain. Lebih tepatnya, kita sedang belajar membangun hubungan intrapersonal yang benar.

          Nah, hubungannya dengan gadget adalah, gimana cara kita bisa mengatasi fenomena yang begitu hebat ini dengan sebijak-bijaknya, supaya hubungan intrapersonal kita tidak mengalami gangguan. Kalau hubungan intrapersonal kita terganggu, otomatis ada yang error juga dalam diri kita. Itu yang berabe!

          Gadget emang punya nilai manfaat yang begitu basar. Tapi teman, jika kita tidak pandai-pandai menggunakan manfaat itu, maka itu pun bisa jadi hal buruk.

          Tapi, tahukah kita, jika semua manfaat itu ternyata bisa menjerumuskan kita pada hal-hal yang merugikan diri kita juga orang lain?

          Kita jadi lupa diri pada waktu. Sepanjang hari kita sibuk sekali ber-socmed ria dengan gadget atau handphone kita. Kita yang biasa berinteraksi dengan keluarga, teman, atau tetangga, kini lebih asyik sendiri di kamar sambil pencet-pencet gadget.



Waktu luang kita isi hanya dengan benda kesayangan kita itu saja. Kalau udah ngadepin gadget, kita jadi lupa banyak hal. Lupa shalat, nggak nyahut dipanggil ortu, nggak belajar, nggak berkomunikasi dengan keluarga, nggak ini, nggak itu.



          Mau tidur aja yang seharusnya berdoa, malah lupa karena sibuk banget banget pencet-pencet gadget. Bahkan, naik kendaraan yang harusnya fokus saja, jadi sempat-sempatnya mencet-mencet gadget.

          Nggak sampai disitu. Hidup kita sibuuukk banget sama up date status yang nggak penting. Yang lagi jalan-jalan ke sinilah, ke situlah. Yang bikin status galau-galau, ngamuk-ngamuk ke orang, fitnah-fitnah ke orang, dan lain sebagainya. Kita juga sibuk nebar-nebar foto selfie ke banyak orang. Foto-foto itu, makin banyak dipuji dikomentari baik, makin bikin kita bangga aja. Kalau foto itu penting sih mending. Kalau foto-foto selfie dengan bibir monyong dan muka menor, sambil badannya ngeliuk sana, ngeliuk sini, apa itu penting???

          This is the problem, friends! Kita jadi “lupa diri” gara-gara kesenangan pada gadget itu. Kita jadi melanggar batas kewajaran dan berlebihan. Kita jadi lebay dan alay, serta lalai pada kewajiban kita.



Sesuatu yang asalnya jaiz alias boleh, tapi jika disalahgunakan, kemudian menjadikan kita lupa pada kewajiban atau membahayakan jiwa kita atau orang lain, maka ke-jaiz-an hukum itu menjadi haram, lho!



          Sama seperti gadget tadi. Asal hukum pemakaiannya adalah jaiz. Sebab, di dalamnya ditemukan banyak manfaat. Namun, jika digunakan dengan berlebihan, hingga melupakan perkara-perkara yang wajib, seperti jadi malas shalat, malas berpuasa, malas belajar, malas menyambung silaturahmi, dan lain sebagainya, maka hukum gadget itu bisa menjadi HARAM.

          Well, kita sudah tahu aturan mainnya, bukan? So, kalau kita masih saja tidak konsisten menjalankan aturan main hidup kita sendiri, berarti kita tidak menghargai diri kita sendiri.

Adapted from:
Diary Serba “No!”, Azizah Hefni, 2015.

Sabtu, 17 Desember 2016

KEGIATAN

KEGIATAN DI MA DARUL HIKMAH MENGANTI KEDUNG JEPARA

Upacara Purna 12

PERLUKAH KITA KULIAH?



Sebenarnya  untuk apa sih kuliah? Banyak orang kuliah dengan tujuan yang praktis, yaitu supaya nantinya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak atau ada juga yang memiliki tujuan ideal bahwa kuliah itu gunanya untuk menambah wawasan dan ilmu yang lebih luas sehingga kita bisa tahu mengenai banyak hal. Tidak bisa dimungkiri juga bahwa menimba ilmu di perguruan tinggi juga dapat memperlebar kesempatan untuk bisa terjun dalam dunia kerja. Kini, semakin banyak perusahaan yang mensyaratkan karyawannya terutama di level manajemen, telah berpendidikan minimal sarjana (S1). Memang ada beberapa pengusaha yang tidak mencicipi bangku kuliah, namun tetap bisa sukses dengan modal keuletan yang dimilikinya hingga mampu mengembangkan usahanya. Tetapi, tidak sedikit juga pengusaha yang berhasil mengembangkan usahanya justru karena mereka belajar di perguruan tinggi.
          Ada sebuah kisah tentang Presiden pertama Indonesia & wakilnya. Ketika masih mengenyam pendidikan sekolah dasar, Soekarno dengan yakin mengatakan pada seorang saudaranya bahwa suatu saat ia akan memimpin negeri yang waktu itu namanya masih Hindia Belanda. Kebenaran ucapannya itu mampu ia buktikan beberapa tahun kemudian. Setelah lulus dari Techniche Hooge School (THS) yang sekarang jadi Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai insinyur dan aktif dalam dunia pergerakan, ia kemudian menjadi Presiden Indonesia yang pertama. Muhammad Hatta juga memutuskan untuk aktif dalam pergerakan nasional setelah lulus dari sebuah sekolah dagang di Belanda dan kemudian ia menjadi Wakil Presiden RI pertama. Ternyata kedua proklamator kita ini pun lulusan perguruan tinggi.




TERUS, APA SELANJUTNYA? 

Satu hal yang harus diperhatikan bila ingin masuk ke fakultas favorit dengan mudah adalah persiapkanlah diri sejak kelas X SMA. Tidak perlu menunggu ketika di kelas XII dan kemudian mengikuti berbagai macam bimbingan belajar (bimbel) dengan label “intensif” karena persiapan ujian tidak bisa dilakukan secara instan. Kepintaran tidak jatuh dari langit, namun perlu diusahakan dengan keringat dan pengorbanan dalam bentuk belajar dengan tekun. Jurusan-jurusan yang terbaik bukanlah tempat bagi orang-orang yang malas belajar, apalagi malas membaca buku. Oleh karena itu, sebenarnya peluang untuk kamu bisa mendapatkan yang terbaik pasti ada selama kamu mau belajar dengan sungguh-sungguh dalam arti jelas tujuannya, rutin, dan konsisten. Karena pesaingmu sebenarnya bukan orang-orang yang bodoh tapi orang-orang yang malas. Jadi tidak perlu cemas!

SO, APA YANG HARUS DIPERHATIKAN?

          Ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh kamu-kamu yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu: WILL, SKILL & POTENTIAL (WPS).
1.     WILL
Minat ataupun keinginan merupakan salah satu dimensi yang penting untuk diketahuioleh setiap calon mahasiswa. Minat akan pelajaran tertentu yang tumbuh ketika SMA bisa dikembangkan ketika masuk ke jurusan yang sebagian besar mata kuliahnya serumpun dengan pelajaran yang diminati ketika SMA. Belajar mengenai sesuatu yang diminati akan lebih mudah dan lebih cepat daripada memaksakan belajar sesuatu yang kelihatannya keren namun sebenarnya tidak disukai.
          Menghadapi dunia perkuliahan yang sudah di depan mata, seorang anak kelas XII SMA ada yang sudah merasa mantap dan siap, namun banyak pula yang masih bingung menentukan jurusan apa yang hendak ia masuki. Ada sebuah kisah, seorang anak lulusan sekolah menengah dari Negeri Tetangga ingin meneruskan studinya di Fakultan Kedokteran UGM. Ketika diwawancarai, jawaban anak tersebut mencengangkan si pewawancara karena ia sudah mempersiapkan hendak masuk kedokteran sejak dirinya masih duduk di bangku SMP. Hal ini dibuktikan dengan membawa sertifikat palang merah remaja semasa sekolah ketika mendaftar.

2.     SKILL
Dalam hal ini, skill / competencies dibagi menjadi dua; Hard Competencies dan Soft Competencies. Hard competencies yaitu hard-skill. Yang berarti kemampuan seseorang yang bisa dilihat dengan jelas, dapat diukur, dan bisa diajarkan kepada siapapun atau lebih khusus lagi disebut dengan kemampuan akademis. Kemampuan akademis yaitu kemampuan seseorang untuk menguasai pelajaran-pelajaran yang diberikan dalam lingkup sekolah yang biasanya dibagi dalam tiga kategori besar  (IPA, IPS & Bahasa).
Sedangkan Soft competencies biasanya dikaitkan dengan Emotional Intelligence (EI) atau kecerdasan emosi seseorang yang meliputi sifat, kemampuan sosial, komunikasi, bahasa, kebiasaan, dan hal-hal lain yang sifatnya tidak dapat diukur secara kuantitatif atau tidak dapat di-angka-kan.
Secara tidak langsung, kita bisa menilai kemampuan diri kita sendiri, misalnya dengan melihat kembali nilai rapor dari kelas X sampai dengan semester 1 kelas XII pada pelajaran-pelajaran yang diujikan dalam SNMPTN atau UM-PTKIN. Kita bisa meranking rata-rata perolehan nilainya dengan mengelompokkan pelajaran-pelajaran IPA atau IPS.

3.     POTENTIAL
Potential dalam bagian ini bisa dikatakan sebagai kepribadian / potensi tersembunyi dalam diri kita. Mengapa kita sebaiknya mengenali tipe kepribadian kita? Karena beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa kepribadian atau karakter ini sifatnya menetap pada diri seseorangsetelah usia remaja berakhir. Karakter yang terbentuk sejak anak-anak hingga dewasa akan mengkristal menjadi karakter pribadi kita.
Begitu pula ketika kita memilih jurusan kuliah. Ketika kita memilih jurusan tertentu maka secara tidak langsung kita memilih dunia kerja yang akan kita geluti setelah lulus kuliah. Bila seseorang memilih jurusan kedokteran maka jarang ia beralih kerja sebagai arsitek. Pasti ia menjadi seorang dokter. Jadi, yang ingin menjadi arsitek pasti mengambil jurusan arsitektur.


Adapted from:
Cara Cerdas Pilih Jurusan demi Profesi Impian, Bondhan Kresna, 2010.

HIststs