Ads Ads

JAM

Kamis, 30 April 2020

Sharing Agama

Konsep Tahadduts bi Nikmah dan Mubadzir

(menurut saya)


Karena momennya Ramadhan, maka sedikit saya tulis tentang "ngibadah" 😁. Mohon maaf sebelumnya karena tulisan ini dibuat atas keterbatasan pengetahuan penulis... 🙏

Selama ini, sebagai orang awam, kita pasti sering mendengar tentang Tahadduts bi Nikmah (saya singkat TBN) & Mubadzir serta contohnya. Umumnya, orang akan memahami tentang TBN dengan "menceritakan" nikmat / rejeki / pencapaian kepada orang lain. Sedangkan Mubadzir berkaitan dengan jika seseorang terlalu banyak mengambil porsi makan dan tidak dihabiskan, kemudian dibuang dengan sia-sia.

Ilustrasi² tersebut sudah terlalu menancap di fikiran kita sejak lama dan akan tetap terus demikian, sampai kita benar² mau mencermatinya. 😀


Oke, kita mulai yang pertama; Tahadduts bi Nikmah (TBN). Dilihat dari bahasa tidak ada yang salah, yaitu "menceritakan / ngomongke nikmat" (bahasa mudahnya). Tetapi kalau kita mau perhatikan, orang TBN seolah-olah ada unsur pamer, entah sedikit atau banyak (maaf). Ini seakan-akan kontra dengan tujuan beragama yang sesungguhnya. Kalau kita mau jujur, tidak semua orang yang mendengar TBN dari kita akan manggut² dan setuju saja; diantara mereka pasti ada yang kurang sreg dengan itu. Memang, "nuruti wong" itu tidak mudah, ada yang biasa, ada yang heboh.


Lantas bagaimana? Sederhana saja. MENURUT SAYA, TBN tidak melulu harus diceritakan. Cukup dengan memberi / bersedekah tanpa khalayak tahu. Itu terkesan akan lebih "Tahadduts". Tahadduts atas apa? Atas 2 nikmat. Pertama, nikmat mempunyai harta benda. Kedua, nikmat membantu sesama.
Bagaimana jika hal tersebut diceritakan atas dasar memotivasi? Wallahua'lam, hanya pelaku yang tahu. Mungkin, bagi kalangan yang sesama mampu tampak tidak masalah, wong mampu. Kalau yang tidak? Ya beda lagi...


Sekarang kita ke Mubadzir. Badzir bandang... 😏
Seperti contoh yang saya tulis diatas, Mubadzir identik dengan membuang-buang. Tidak sepenuhnya salah memang, tetapi tidak ada salahnya juga kita teliti.
Jika membuang-buang makanan adalah Mubadzir, maka sebenarnya (perbuatan) Mubadzir tidak di membuangnya, karena alam semesta berjalan dengan mekanisme yang sempurna; artinya makanan yang terbuang pasti akan menjadi santapan makhluk lain, misal: lalat, cacing, "sindat", kucing, ayam, dan sebagainya hingga habis, dan sempurna lah rantai makanan. Tidak ada yang sia-sia, seperti dalam ربنا ما خلقت هذا باطلا.
Maka dengan ini, Mubadzir sebenarnya ada pada NAFSU YANG BERLEBIHAN. Kenapa ambil makanan terlalu banyak? Padahal bukan kapasitas perutnya. Tidak hanya makanan saja sih, bisa ke contoh lain, terserah anda. 😁

Ya demikianlah pendapat pribadi, semua tergantung konteks. Anda boleh tidak setuju, tapi itu bukan tanggung jawab saya... 😂
Semoga puasa kita terhindar dari TBN yang salah dan Mubadzir saat buka, karena saat sahur Mubadzirnya di kantuk. 😄

nih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HIststs